Senin, 08 November 2010

Menatap dia pergi

. Senin, 08 November 2010

Dini hari tadi. Tepat ketika jarum jam malam berdenting memasuki pagi. Menandakan dimulainya hari. Hari yang sama, tapi tak lagi terasa sama.

Hari ini bertanggal dan tahun yang sama seperti ketika saya dan dia memulai semuanya. ya, pagi ini tepat seperti pagi yang sama 10 bulan yang lalu. Saya tak mengira waktu berjalan begitu cepat hingga datangnya hari ini.

Tapi saya bahagia, karena dihari ini saya bisa merasakan dia kembali menemukan kebebasannya, perasaan ini sangat jelas kurasa, bibir ini pun tersenyum membaca tulisan-tulisannya pada halaman maya, nada optimis, ceria, dan bahagia yang telah lama tak kudengar darinya kini lahir kembali. yaa, dia telah berbahagia, menemukan kembali senyumnya yang hilang tertelan siksaan 10 bulan lamanya.

Dulu kami biasa bertengkar, ribut tentang masalah kecil yang dibesar-besarkan, atau berselisih paham tentang masalah besar yang dikecil-kecilkan. Dan dulu kami masih bisa saling mengerti. Tak sedikitpun kami goyah dengan semua itu. Dia tau siapa saya. Tapi saya tak tau siapa dia.

Dia tau bahwa begini lah adanya saya. Dari awal saya tak berubah sedikitpun untuknya. Yang ada adalah dia berubah dalam menanggapi saya, dulu dia masih mampu tuk mengerti, kini dia bilang bosan untuk mengerti saya, ucapan penuh rasa tertekan pun terucap dari bibirnya, dia mulai hilang keyakinan atas saya, dia, dan semuanya.

Ironis, karena tak sedikitpun saya merasa bosan walau sering diterpa badai perselisihan dan masalah yang terus terulang. Lusa kemarin saat terjadi selisih paham, dia bilang sudah bosan dengan semua hal tentang saya, dia bilang dia harus berpkir ulang untuk teruskan hidup bersama saya, kemudian dia abaikan semua kata-kata saya. Tapi kemarin, saat seharian sudah kami tak saling bicara, tiba-tiba dia bilang dia diam, tak hiraukan pesan saya, dia abaikan semua kata-kata saya karena dia tak bermaksud begitu, karena takut niatnya salah terhadap saya, karena rasa sayangnya yang besar terhadap saya. Mudah saja baginya berbicara seenaknya.

Saya tak mengerti, mana yang merupakan dirinya. Terlalu dinamis, sangat labil, dua sikap yang berbeda hanya dalam rentang 1 hari. Lalu sikap mana yang harus saya percaya. Dia dulu tak begini. Tak pernah dia biarkan saya larut dalam masalah yang mendera, karena dia tau saya tak pernah bisa tertidur saat kesal, saat masih banyak benak ingin bicara.

Tapi sudahlah, yang terpenting saat ini adalah dia sudah berbahagia, saya pun akhirnya mengerti bahwa memang harus begini lah jalan kami. Sebab saya sadari saya memang tak pantas untuk siapa-siapa termasuk untuknya. Buat apa rasa sayang bila untuk terus bertengkar. Buat apa rasa rindu bila tak saling bersatu. Buat apa saya mencinta, bila hanya akan banyak melukainya saja. Buat apa saya paksakan, bila dia sudah tak nyaman. Melepasnya, adalah hal terindah yang bisa saya lakukan, karena kemauan saya sudah tak penting lagi, biar saya buat bahagianya dengan mengikuti maunya untuk begini. Maafkan saya yang tak pantas, maafkan saya atas semua salah, maafkan saya dan berjanjilah untuk selalu berbahagia disana.

08 november 2010.

0 komentar: